Cerpen Karangan: M. Naufal Hanif Musyaffa
“Woi, cepetan masuk, kek! Paling gak celupin aja jari jempol lu!”“gak mau! Pokoknya aku tak sudi membasahi jempol imutku!”
Beginilah keadaan kolam renang di perumahan gue saat ini. Minggu depan kami berempat, Sofia, Roni, Rini dan gue, Deni -iya, gue tahu namanya nama pasaran semua. Penulisnya gak kreatif- bakal berencana mengunjungi sebuah pantai dan diving di situ. Tapi masalahnya si Roni anak Palembang ini sinkophobia alias takut tenggelam -ya iyalah semua orang kalau tenggelam juga takut. Takut air sih. Maka kita berusaha keras melatihnya untuk nyebur ke dalem kolam. Sampai ramai dilihat orang. Kacau nih.
“Daku tak ingin ikut! Lebih baik daku nongkrong di pohon jengkol bareng kalong dan sundel bolong!” rengeknya.
“Dasar cengeng! Anak militer kok takut ama air.” Kata Sofia tegas sambil menendang punggung Roni agar segera mencelupkan badannya.
Roni ini pun juga anak militer yang sudah keliling nusantara. Ke Kalimantan, Papua, Nusa Tenggara hingga Nusakambangan (loh?). Di tempat Ayahnya selalu ada sekolah khusus untuk mereka yang bisa dibilang bertaraf militer. Tentunya juga ada berenang. Kagak kebayang betapa tersiksanya anak itu. Roni cerita jika latihan berenang dimulai, dia jadi most wanted. Dia selalu dikejar dan diburu hingga dia harus memanfaatkan latihan lompat pagar.
Dari tadi gue dan Sofia mencoba menceburkan Roni. Sementara Rini hanya duduk di pinggir kolam sambil bengong melihat kita. Anak yang satu ini rada aneh juga kepribadiannya, kayaknya kepribadiannya ganda. Dia juga sering dipanggil. Entah ibunya ngidam apa pas hamil dia, ini anak ngomongnya pelan, kadang rada serem, kadang juga kepolosannya rada kocak. Pernah kejadian kita berempat ingin mencoba tusuk saudara, melubangi sedikit kulit kita agar berdarah dan menyatukan jari kita agar darah kita menyampur. Kita hanya perlu jarum jahit untuk melubangi ujung jari kita.
“Bukannya itu kurang besar?” kata Rini sambil menunjuk jarum jahit yang kupegang. Sontak kami bingung.
“Kita akan memalu paku itu ke jari kita kan?” tanyanya dengan muka polos.
Hening sesaat.
“Kita kagak bakal ngelakuin itu.” Kataku sedikit bergidik mendengar perkataannya. Gue mengintip di belakangnya dia sudah menyiapkan palu. Hiiiii..
Ok, let’s stop this horror and come back to reality. BYUUARR!!! Akhirnya ini anak satu sukses dicemplungin. Berat juga sih badannya, ditambah powernya yang nyaris menyamai Olga Syahputra kalau ketemu ular.
“Gimana, seger kan, nyebur ke kolam?” kata Sofia. Badan kita berdua sudah basah keringat duluan.
“Ron?” tidak terdengar jawaban.
“Ron!?” hening.
“Eh, Rin, kolam yang dangkal itu di ujung kiri apa kanan?” tanyaku.
“Yang kanan,” katanya.
“Bukannya lo bilang yang kiri yang dangkal?”
“Jangan salahin gue sepenuhnya, ini kepribadian gue yang lain..”
“Dasar psikopat, lagian berapa dalem sih ni kolam. Kagak gede-gede amet ni kolam. Paling dalemnya juga cuman 3 me… ter” Sofia terkejut melihat papan batas ketinggian air kolam. Mampus.
Penjaga kolam pun segera datang. Sisa hari pun dihabiskan untuk menenangkan Roni dari stress pasca trauma yang bakal mengarah ke depresi berat (alias Edan).
Akhirnya, hari H pun tiba. Kita semua sedang berada dalam mobilnya Sofia yang dikendarai oleh supirnya. Bagaimana dengan Roni? Kita berhasil menculiknya, mengikatnya dan membawanya di bagasi bersama dengan barang-barang kami dan YA ENGGAK, LAH! Si Roni berhasil kami bujuk untuk ikut datang. Dia mau ikut tanpa perlawanan. Apa karena peletnya si Rini? Ternyata si Roni berhasil dibujuk gara-gara tahu bakal ditraktir ikan nila oseng jengkol kesukaannya.
Ternyata ketakutannya dan nyawanya bisa dihargai dengan sepiring makanan. Yang harganya lumayan juga sih.
Dalam sekejap, kami berempat sampai ke pantai yang kami tuju.
“Sekejap dari Hongkong! Tiga jam plus macet lu bilang sekejap? Kebanyakan molor sih lu!” kata Sofia sewot.
Huh, iya deh, setelah 3 jam pun akhirnya kita sampai. Dasar tomboy.
Yep, sebuah pantai yang segar angin berhembus sepoi-sepoi, ombak terus menderu mengasah batu karang, airnya yang jernih menampakkan pantulan dasar pantai, suara burung camar menjadi melodi tersendiri bagi alam. Tapi kami tidak langsung menikmati pantai dan berenang kayak bebek. Sasaran kita adalah sebuah rumah dan sebuah kapal di dermaga yang menyediakan wisata menyelam.
Perjalanan pun akan segera dimulai, setelah memakai baju renang yang ketatnya gak terkira, sandal kaki bebek, tabung gas oksigen setengah kg dan helm kaca yang mirip sama akuarium ikan mas koki. Si Roni tetap saja susah diajak nyebur dan sesekohan di lantai (buat orang sunda pasti tahu arti sesekohan).
“Ah, sudahlah, daku tak ikutlah! Stress daku membendung rasa takut ini. Lihat, daku hanya terhempas di kasur, murus-murus hingga kurus gara-gara depresi di kardus. Daku duduk saja di kapal sambil minum es kelapa.” Rengeknya.
“Haalah! Dikau! Kalau tidak mau nyebur mending jadi umpan ikan hiu saja. lumayan kan? Kita bertiga bareng pak supir dapat makan sirip hiu?” candaku.
Setelah dipaksa, dinasihati, disodok pantatnya pakai lidi, akhirnya Roni ikut juga. Maka bersama dengan pemandunya kita semua nyebur ke dasar laut. COWABUNGA!
JBUURRR! Begitulah bunyinya. Begitu sampai di dasar, kami takjub. Betapa indahnya dasar laut negeri ini, terumbu karang berbagai bentuk mewarnai laut biru, ikan-ikan berkelompok untuk mencari makanan, pelan-pelan kami berenang mengamati satu persatu ikan, kerang, udang, ubur-ubur hingga bulu babi. Sebuah keindahan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Betapa senangnya bisa melihat keindahan laut nusantara.
Setelah menyelam, kami menikmati sisa waktu dengan main di pantai. Roni mencoba mengamati ikan di pantai, Rini sedang mengamati bonka santetnya, aku dan Sofia duduk di atas tikar sambil ngobrol.
“Gile, tadi pemandangannya gaul banget, gue jadi ingat sama film yang gue tonton kemarin lu juga pasti udah pernah nonton!” kata gue.
“film apaan tuh?” Tanya Sofia.
“Nih ceritanya, film di mana sang istri secara brutal dibunuh oleh seorang pembunuh berantai dan putranya meninggalkan cacat fisik. Kemudian pada gilirannya memutar peristiwa anaknya diculik dan ia harus mengejar penculik ribu mil dengan bantuan seorang wanita cacat mental.”
“Hah? Film apa tuh? Kayaknya gue nggak pernah nonton. Nggak ada hubungannya sama dunia bawah laut.”
“Finding Nemo!!”
Jangkrik!
TAMAT
diambil dari:
http://cerpenmu.com/cerpen-liburan/liburan-di-pantai.html
0 komentar:
Posting Komentar